Kemenag Kota Ternate Bersama Densus 88 Gelar FGD: Perkuat Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan

TERPOPULER

BACA JUGA

Ternate,- Dalam rangka memperkuat sinergi lintas sektor dalam mencegah konflik sosial yang berlatar belakang keagamaan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Aula Nurhasanah Kantor Kementerian Agama Kota Ternate pada Rabu (30/07/2025).

FGD ini mengangkat tema “Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan” dan diikuti oleh unsur Kemenag, Ketua MUI Kota Ternate, Ketua ormas Islam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tokoh ormas Islam daerah, FKUB, serta perwakilan dari komunitas keagamaan / Indensus 88.

Kegiatan ini diawali dengan pengantar oleh Kasi Bimas Islam H. Lukman Hatari yang menyampaikan mengenai pentingnya deteksi dini dalam mencegah potensi konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh isu-isu keagamaan. “Penguatan deteksi dini dalam hal ini menjadi salah satu langkah strategis dalam mencegah terjadinya konflik sosial di masyarakat. Kementerian Agama berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kota Ternate melalui kerja sama dengan seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kota Ternate, H. Salmin Abd Kadir dalam sambutannya, menegaskan komitmen penguatan deteksi dini konflik sosial berdimensi agama. “Kita di Kota Ternate sudah banyak melakukan kegiatan yang menitikberatkan pada penguatan deteksi dini konflik sosial dengan mengedepankan local wisdom, adat budaya, dan adat seatorang”, jelasnya.

Dari FGD ini, Kemenag Ternate menerima banyak masukan dari tokoh agama dan masyarakat untuk memperkuat basis data dalam menghadapi statistik wilayah intoleran yang masih tinggi. “Kemenag Ternate akan bersinergi dengan lembaga terkait dari seluruh elemen dalam memperkuat basis data sehingga ke depannya Kota Ternate bisa sejajar dengan kota-kota lain dalam hal toleransi”, harap Kakankemenag.

Lebih lanjut, H. Salmin menekankan pentingnya menjaga status Kota Ternate dari hal-hal yang bisa mengurangi kredibilitas Kota Ternate sebagai Kota Adat, Kota yang terbuka bagi semua orang.

Tim dari Densus 88 AT POLRI AKBP Muslim Nanggala, S.I.K., M.H memaparkan sejumlah materi terkait pencegahan potensi radikalisme dan terorisme. “Pencegahan terorisme tidak hanya dilakukan oleh Kepolisian dalam hal ini Densus 88, akan tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dan ternyata, Kota Ternate ini termasuk dalam 8 besar dari 94 kota paling intoleran tahun 2024 menurut hasil penelitian dari Setara Insitute.”

Muslim menjelaskan mengenai fenomena dan tantangan moderasi beragama saat ini, seperti potensi konflik antar umat beragama, penyebaran ujaran kebencian melalui media digital, praktik penyelenggara negara, politik identitas dalam kontestasi politik, serta karakter dan nilai kebangsaan yang mulai meluntur. Salah satu fenomena kasus yang sering ditemukan oleh tim Densus 88 adalah upaya mengakhiri hidup atas nama “jihad di jalan Allah” yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terpapar paham radikalisme.

“Penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institute pada tahun 2024 terhadap 10 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia menunjukkan sekitar 17,8% mahasiswa mendukung Khilafah dan 29% mahasiswa mendukung berdirinya negara Islam di Indonesia. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan di 32 provinsi oleh BNPT 2020 yang menunjukkan bahwa generasi millennial rentan terpapar paham radikal. Sampai sekarang sasarannya masih terhadap generasi muda, anak-anak terutama perempuan”, ujarnya.

Dan masih banyak lagi hasil penelitian dan temuan kasus serupa yang ditemukan oleh tim Densus 88 AT Polri.

Diskusi berlangsung hangat, para peserta turut membahas strategi peningkatan literasi keagamaan, penguatan fungsi FKUB sebagai mediator sosial, serta perlunya pelatihan bersama bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam manajemen konflik.

Kegiatan FGD menghasilkan beberapa poin penting, di antaranya, peningkatan edukasi publik tentang bahaya radikalisme dan intoleransi, serta penguatan komunikasi lintas agama sebagai benteng perdamaian. FGD ini menjadi bagian dari pendekatan preventif yang dikembangkan oleh Densus 88 bersama Kemenag Kota Ternate, guna menciptakan lingkungan sosial yang aman, inklusif, dan bebas dari potensi konflik.

Temuan Densus 88 menunjukkan bahwa radikalisme telah bertransformasi menjadi lebih canggih, tersembunyi, dan adaptif terhadap teknologi. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang erat antara aparat keamanan, tokoh agama, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil dalam membangun sistem deteksi dini, literasi ideologi kebangsaan, dan pencegahan radikalisasi sejak dini.

Kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan plakat oleh tim Densus 88 AT Polri kepada Kankemenag Kota Ternate dan penandatanganan MoU oleh para peserta kegiatan. Melalui forum ini, seluruh pihak berkomitmen untuk terus membangun ketahanan masyarakat terhadap paham radikal dan intoleransi, demi terciptanya kehidupan berbangsa yang harmonis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

08

ARTIKEL TERKAIT

INFOGRAFIS

Kemenag Kota Ternate Bersama Densus 88 Gelar FGD: Perkuat Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan

Ternate,- Dalam rangka memperkuat sinergi lintas sektor dalam mencegah konflik sosial yang berlatar belakang keagamaan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Aula Nurhasanah Kantor Kementerian Agama Kota Ternate pada Rabu (30/07/2025).

FGD ini mengangkat tema “Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan” dan diikuti oleh unsur Kemenag, Ketua MUI Kota Ternate, Ketua ormas Islam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tokoh ormas Islam daerah, FKUB, serta perwakilan dari komunitas keagamaan / Indensus 88.

Kegiatan ini diawali dengan pengantar oleh Kasi Bimas Islam H. Lukman Hatari yang menyampaikan mengenai pentingnya deteksi dini dalam mencegah potensi konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh isu-isu keagamaan. “Penguatan deteksi dini dalam hal ini menjadi salah satu langkah strategis dalam mencegah terjadinya konflik sosial di masyarakat. Kementerian Agama berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kota Ternate melalui kerja sama dengan seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kota Ternate, H. Salmin Abd Kadir dalam sambutannya, menegaskan komitmen penguatan deteksi dini konflik sosial berdimensi agama. “Kita di Kota Ternate sudah banyak melakukan kegiatan yang menitikberatkan pada penguatan deteksi dini konflik sosial dengan mengedepankan local wisdom, adat budaya, dan adat seatorang”, jelasnya.

Dari FGD ini, Kemenag Ternate menerima banyak masukan dari tokoh agama dan masyarakat untuk memperkuat basis data dalam menghadapi statistik wilayah intoleran yang masih tinggi. “Kemenag Ternate akan bersinergi dengan lembaga terkait dari seluruh elemen dalam memperkuat basis data sehingga ke depannya Kota Ternate bisa sejajar dengan kota-kota lain dalam hal toleransi”, harap Kakankemenag.

Lebih lanjut, H. Salmin menekankan pentingnya menjaga status Kota Ternate dari hal-hal yang bisa mengurangi kredibilitas Kota Ternate sebagai Kota Adat, Kota yang terbuka bagi semua orang.

Tim dari Densus 88 AT POLRI AKBP Muslim Nanggala, S.I.K., M.H memaparkan sejumlah materi terkait pencegahan potensi radikalisme dan terorisme. “Pencegahan terorisme tidak hanya dilakukan oleh Kepolisian dalam hal ini Densus 88, akan tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dan ternyata, Kota Ternate ini termasuk dalam 8 besar dari 94 kota paling intoleran tahun 2024 menurut hasil penelitian dari Setara Insitute.”

Muslim menjelaskan mengenai fenomena dan tantangan moderasi beragama saat ini, seperti potensi konflik antar umat beragama, penyebaran ujaran kebencian melalui media digital, praktik penyelenggara negara, politik identitas dalam kontestasi politik, serta karakter dan nilai kebangsaan yang mulai meluntur. Salah satu fenomena kasus yang sering ditemukan oleh tim Densus 88 adalah upaya mengakhiri hidup atas nama “jihad di jalan Allah” yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terpapar paham radikalisme.

“Penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institute pada tahun 2024 terhadap 10 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia menunjukkan sekitar 17,8% mahasiswa mendukung Khilafah dan 29% mahasiswa mendukung berdirinya negara Islam di Indonesia. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan di 32 provinsi oleh BNPT 2020 yang menunjukkan bahwa generasi millennial rentan terpapar paham radikal. Sampai sekarang sasarannya masih terhadap generasi muda, anak-anak terutama perempuan”, ujarnya.

Dan masih banyak lagi hasil penelitian dan temuan kasus serupa yang ditemukan oleh tim Densus 88 AT Polri.

Diskusi berlangsung hangat, para peserta turut membahas strategi peningkatan literasi keagamaan, penguatan fungsi FKUB sebagai mediator sosial, serta perlunya pelatihan bersama bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam manajemen konflik.

Kegiatan FGD menghasilkan beberapa poin penting, di antaranya, peningkatan edukasi publik tentang bahaya radikalisme dan intoleransi, serta penguatan komunikasi lintas agama sebagai benteng perdamaian. FGD ini menjadi bagian dari pendekatan preventif yang dikembangkan oleh Densus 88 bersama Kemenag Kota Ternate, guna menciptakan lingkungan sosial yang aman, inklusif, dan bebas dari potensi konflik.

Temuan Densus 88 menunjukkan bahwa radikalisme telah bertransformasi menjadi lebih canggih, tersembunyi, dan adaptif terhadap teknologi. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang erat antara aparat keamanan, tokoh agama, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil dalam membangun sistem deteksi dini, literasi ideologi kebangsaan, dan pencegahan radikalisasi sejak dini.

Kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan plakat oleh tim Densus 88 AT Polri kepada Kankemenag Kota Ternate dan penandatanganan MoU oleh para peserta kegiatan. Melalui forum ini, seluruh pihak berkomitmen untuk terus membangun ketahanan masyarakat terhadap paham radikal dan intoleransi, demi terciptanya kehidupan berbangsa yang harmonis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

08

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Terkait

Baca Juga