Madrasah Mandiri Berprestasi adalah semacam motto atau slogan yang sedang saya usung. Anak-anak zaman now menyebutnya tagline. Istilah tagline memang lebih terkenal di dunia pemasaran dan promosi. Namun, tidak salah juga bila ‘Madrasah Mandiri Berprestasi’ disebut sebagai tagline. Toh, memang tujuannya untuk memasarkan dan mempromosikan madrasah. Tagline Madrasah Mandiri Berprestasi ini sengaja saya usung untuk mengembangkan pendidikan madrasah sebagai bentuk penerapan Transformasi Layanan Umat di bidang pendidikan Islam baik tingkat dasar (Raudlatul Athfal dan MI/Madrasah Ibtidaiyah), menengah (MTs/Madrasah Tsanawiyah) maupun tingkat atas (MA/Madrasah Aliyah). Dari tagline tersebut, saya memimpikan madrasah yang mandiri dan memiliki banyak prestasi.
Tagline Madrasah Mandiri Berprestasi ini memang muncul setelah beberapa minggu saya dilantik menjadi Direktur KSKK Madrasah. Meskipun peristiwa yang melatar belakanginya terjadi beberapa minggu sebelum pelantikan. Ceritanya begini. Berawal dari seorang teman yang berkeluh kesah di tempat kerjanya. Teman saya ini merasa ditekan oleh atasannya. Kadang juga anak buah atasannya suka mengatur-atur dia. Dia merasa tidak bebas, tidak bisa berimprovisasi. Di tengah keluhannya itu, teman saya ini membeberkan sederet prestasi yang dicapainya. Seolah-olah dia ingin mengatakan: “Saya sudah menunjukkan prestasi-prestasi kinerja saya. Saya sudah bekerja on the track. Saya tidak mau ditekan-tekan seperti ini, apalagi diatur-atur. ”
Peristiwa itu berlalu begitu saja. Namun saya teringat lagi setelah beberapa hari dilantik menjadi Direktur KSKK Madrasah. Saya mencoba berempati terhadap teman saya itu, dan berusaha menyimpulkan. Tampaknya teman saya ini ingin dirinya mandiri. Dia tidak mau diatur-atur. Apalagi, dia sudah memiliki banyak prestasi.
Nah, dari kejadian itu, saya ‘memungut’ dua kata kunci penting, yakni Mandiri dan Prestasi. Akhirnya, saya jadikan dua kata tersebut sebagai tagline untuk pengembangan madrasah ke depan, yakni Madrasah Mandiri Berprestasi. Tagline Madrasah Mandiri Berprestasi ini—menurut hemat saya—lebih terukur dan bisa dikuantifikasikan.
Mandiri yang saya maksud di sini adalah mampu mengetahui, mengenali dirinya sendiri dan kemudian mampu mengembangkan dirinya. Misalnya mandiri belajar, yakni belajar secara mandiri atau independen. Di madrasah, biasanya apa yang dipelajari siswa ditentukan oleh gurunya yang kemudian masuk dalam kurikulum. Namun, terkadang siswa lebih mengetahui kelebihan dan kelemahannya dibandingkan gurunya. Dengan begitu, siswa tahu kapan dia harus menyediakan waktu dan tenaga yang ekstra untuk mengejar apa yang dia inginkan. Siswa tahu kemampuan apa yang harus dia kembangkan.
Derasnya arus informasi, akibat perkembangan teknologi, akan mengantarkan siswa-siswi semakin mudah dan cepat untuk belajar: mengumpulkan informasi dan data, mencoba-coba (trial and error) dalam banyak hal, bahkan terkadang tanpa pendampingan dari guru. Ini artinya, kemandirian siswa-siswi dalam belajar akan terbentuk dengan sendirinya seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Maka, jangan heran bila ada siswa lebih cepat mendapatkan informasi daripada gurunya. Jangan heran bila ada siswa lebih cepat belajarnya, lebih cepat pintarnya dari pada gurunya.
Kemandirian ini harus dijaga, supaya tidak liar. Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini, guru harus menjadi fasilitator dan motivator. Untuk membentuk kemandirian dalam belajar, siswa harus memiliki motivasi dan kepercayaan diri. Mengukuhkan motivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri adalah tugas para pendidik dan tenaga kependidikan.
Tapi perlu diingat, bahwa mandiri belajar bukan berarti belajar semau-mau siswa dan sendirian. Siswa tetap membutuhkan guru dan teman untuk membagi dan mendiskusikan masalahnya. Atau dengan orang lain, saling menyemangati dan memecahkan kesulitan-kesulitannya, bisa jadi cara efektif menuju kemandirian belajar. Artinya, jika siswa memiliki sebuah masalah, ia bisa menceritakan ke orang lain untuk membantu mengklarifikasi masalah tersebut dan kemudian mengambil kesimpulan untuk bertindak. Untuk mencapai kemandirian dalam belajar, guru perlu membuat check list indikatornya. Apakah dia bisa memenuhi indikator tersebut atau tidak. Jika bisa, maka siswa tersebut masuk dalam kategori mandiri. Jika tidak, maka harus ada evaluasi.
Kepala Madrasah misalnya. Ketika ia pertama kali diangkat menjadi kepala, maka dia harus mengenali dirinya dan lingkungannya untuk kemudian mampu mengembangkannya. Dengan begitu, kepala madrasah memiliki kemandirian untuk mengembangkan lembaga dan civitasnya. Wakil kepala bidang Kurikulum misalnya, harus mampu mandiri dalam mengembangkan kurikulum. Ada kurikulum prototype, kurikulum responsif gender, kurikulum ramah anak, kurikulum anti-korupsi, kurikulum anti-kekerasan seksual dan sebagainya. Walhasil, mandiri adalah berdikari, mampu mengembangkan diri dengan berkolaborasi.
Sedangkan kata ‘prestasi,’ yang berasal dari bahasa Belanda prestatie, berarti hasil usaha. Yakni, hasil usaha dari kemandirian dan kinerja yang membanggakan. Baik mandiri maupun prestasi harus menjadi value atau ruh dalam setiap agenda-agenda kemadrasahan. Kepala, guru, tenaga kependidikan dan siswa madrasah musti memiliki target prestasi yang harus dicapai, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional. Prestasi adalah materi promosi yang paling efisien dan efektif dalam mengangkat citra dan nama madrasah. Hanya madrasah-madrasah yang memiliki prestasi sajalah yang akan menjadi incaran orangtua dan pilihan tempat belajar.
Target-target inilah yang nanti akan menjadi semacam Quality Point Average (QPA), atau semacam perjanjian kinerja bagi civitas madrasah. Target-target dalam kemandirian dan prestasi ini harus di-breakdown indikator-indikatornya dan kemudian dibuatkan check-list-nya sehingga bisa menjadi parameter. Dengan begitu, tagline Madrasah Mandiri Berprestasi dalam konteks ini cukup implementatif dan bisa terukur.
Dari penjelasan di atas, tagline Madrasah Mandiri Berprestasi—sekali lagi menurut hemat saya—tidak melenceng atau bertentangan dari tagline sekolah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yakni Merdeka Belajar. Alih-alih bertentangan, tagline Madrasah Mandiri Berprestasi justru mendukung, menguatkan dan memperjelas konsep Merdeka Belajar. Cakupan tagline Madrasah Mandiri Berprestasi adalah a) Mandiri dalam belajar, b) Mandiri dalam hidup, c) Mandiri dalam berpikir, d) Mandiri dalam berpendapat, e) Mandiri dalam berkreasi, f) Mandiri dalam berinovasi, g) Mandiri berkepercayaan diri yang kuat (confidence). Sedangkan berprestasi mencakup: a) Berprestasi dalam belajar, b) Berprestasi dalam hidup, c) Berprestasi dalam berkarya, d) Berprestasi dalam berinovasi, e) Berprestasi dalam akademik, f) Berprestasi dalam afektif/karakter, g) Berprestasi dalam psikomotorik/skill/ketrampilan, h) Berprestasi berkompetisi dalam kebaikan.
Cakupan-cakupan di atas musti diterjemahkan lagi pada tataran implementatif di setiap bagian-bagian pelaksanaan pembelajaran dan manajemen pengelolaan madrasah. Mandiri Berprestasi sudah semestinya menjadi ruh di dalamnya. []
Prof. Dr. Isom, M.Ag. (Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag RI)
Sumber: kemenag.go.id